Entri Populer

Friday 1 August 2014

METODE - CARA CARA REASURANSI


Mengenai cara – cara Reasuransi, pada dasarnya ada 2 macam yaitu :

1.  Reasuransi secara FACULTATIVE

2.  Reasuransi secara TREATY



1.  FACULTATIVE



Reasuransi secara Facultative adalah Reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan Asuransi kepada perusahaan Asuransi yang lain dengan melalui penawaran terlebih dahulu, atau dengan kata lain adalah Reasuransi yang harus ditawarkan lebih dulu.



Mengapa Reasuransi itu harus ditawarkan lebih dulu, sebab untuk bagian daripada risiko yang akan direasuransikan itu belum dijamin asuransinya oleh perusahaan Asuransi lain yang akan dijadikan Reinsurer atau Reasuradurnya itu.



Bagian daripada risiko yang belum ada jaminan reasuransinya itu disebut “ Excess “ atau “ kelebihan “ dari sesuatu jumlah tertentu. Jumlah tertentu tersebut dapat berupa “ Own Retention “ Perusahaan Asuransi yang menutup risiko itu, atau Own Retention berikut kapasitas otomatis reasuransi yang telah dipunyai oleh Perusahaan Asuransi itu.

Kapasitas otomatis Reasuransi tersebut lazimnya disebut “ Kapasitas Treaty “.



Istilah “ Facultative “ itu sendiri sebenarnya berarti sama dengan “ Bebas “, “ Tidak Terikat “, “ Manasuka “, “ Sukarela “ dan sebagainya yang sifatnya antara pihak – pihak yang bersangkutan masih belum ada ikatan atau keharusan – keharusan yang harus dipenuhi.



Reasuransi Facultative dipakai untuk mereasuransikan excess – excess daripada risiko secara satu persatu, secara risiko per risiko, secara kasus per kasus, secara case by case, oleh karena itu Reasuransi Facultative itu sering disebut juga dengan istilah – istilah lain yang mengatakan “ Reasuransi secara Individual “, Reasuransi secara khusus / special “, atau Special Arrangement Reinsurance “.



Risiko yang memerlukan penempatan reasuransi secara facultative perlu didukung dengan data – data yang lengkap tentang risiko tersebut untuk keperluan pihak perusahaan yang ditawari yakni Reinsurer dapat mengambil keputusannya, apakah akan meng – aksep, ataukah menolaknya, dan apabila akan meng – aksep dengan kondisi serta suku premi yang bagaimana, serta besarnya akseptasinya, apakah seluruhnya ( 100% ) ataukah hanya sebagian saja dari jumlah yang ditawarkan.



Disinilah letak unsur “ kebebasan “ atau “ freedom “ dalam hal reasuransi facultative itu, dimana kebebasan itu terletak baik pada Perusahaan Asuransi yang menawarkan ( Ceding Company ) maupun pada Perusahaan Asuransi yang ditawari ( Reinsurer ).



Hal – hal yang merupakan kendala utama pada cara reasuransi facultative ini adalah :



1.      Memerlukan banyak pekerjaan, sehingga biaya administrasi baik pada Ceding Company maupun Reinsurer adalah tinggi, mengingat data lengkap harus diberikan dan memerlukan penelitian serta pertimbangan yang cukup rumit oleh pihak Reinsurer, baik pada saat permulaan penutupan ataupun pada saat perpanjangannya.



2.      Waktu yang diperlukan untuk menempatkan risiko tersebut cukup banyak, karena Ceding Company harus menghubungi setiap Reinsurer dengan memberikan data – data yang lengkap tersebut, dan adakalanya beberapa Reinsurer harus dihubungi sampai seluruh risiko tertempatkan.



3.      Dalam menghadapi risiko yang besar dimana risiko tersebut jauh melebihi daya tampungnya sendiri maka Perusahaan Asuransi tidak dapat segera memberikan kepastian tentang penutupannya kepada Tertanggung, sampai seluruh excess daripada risiko tersebut telah tertempatkan seluruh reasuransinya, dan hal ini tidak mustahil dapat menyebabkan business asuransi tersebut menjadi hilang kembali ( tidak jadi dilaksanakan karena Tertanggung tidak dapat menunggu ).



Walaupun Reasuransi secara Facultative tersebut banyak kendalanya, namun sampai sekarang ini cara Facultative tersebut masih banyak dipakai, karena berbagai alasan berikut :



1.      Untuk mereasuransikan risiko – risiko khusus yang dalam Treaty dikecualikan.



2.      Untuk mereasuransikan jumlah – jumlah yang melebihi limit kapasitas Treaty yang dipunyainya ( excess – excess ).



3.      Untuk membatasi liability Ceding Company serta liability dari para Reinsurer dalam Treatynya terhadap risiko – risiko yang tingkat bahayanya tinggi.



4.      Untuk mengurangi beban Perusahaan Asuransi dalam menghadapi akumulasi risiko yang sudah terlalu berat dalam suatu wilayah tertentu.



5.      Untuk mengadakan pertukaran business dengan Perusahaan Asuransi lain dalam hal business yang mempunyai kwalitas sama dengan jalan Reciprositas ( Reciprocity ).



6.      Untuk mendapatkan pengalaman serta keahlian yang dapat diperoleh dari para Reinsurer dalam hal risiko – risiko yang sifatnya khusus – khusus dan sebagainya.

Dari transaksi reasuransi tersebut, Ceding Company akan membayarkan premi reasuransi kepada Reinsurer menurut bagiannya dan sebaliknya Reinsurer akan memberikan imbalan kepada Ceding Company berupa “ Komisi Reasuransi “ ( Reinsurance Commision ) yang besarnya tergantung pada presentase yang telah disepakati bersama semula, yang diperhitungkan dari premi reasuransi yang menjadi haknya Reinsurer tersebut.



Pelaksanaan daripada penempatan Reasuransi secara Facultative tersebut dilakukan secara lisan ( Telpon atau pembicaraan langsung ), tertulis ( surat, telex, telegram, facsimile ), dan yang pada akhirnya harus menggunakan sebuah SLIP yang dikenal dengan PLACING SLIP, atau FACULTATIVE REINSURANCE PLACING SLIP, atau R/I SLIP, atau R/A SLIP, dan sebagainya.

SLIP tersebut memuat data tentang risiko yang direasuransikan dan macam serta ragam daripada data tersebut tergantung pada jenis pertanggungan yang bersangkutan, apakah hal itu menyangkut asuransi, asuransi pengangkutan dan lain sebagainya.



Minimal SLIP tersebut memuat tentang : Jenis Business, Nama Ceding Company, Nama Tertanggung ( Original Insured ), Jenis Risiko, Harga Pertanggungan, Jangka Waktu, Rate ( Suku Premi ), Kondisi, Komisi Reasuransi, Retention, Bagian yang direasuransikan secara facultative, dan sebagainya.











2.  TREATY



Dalam reasuransi secara Treaty, pe-reasuransiannya itu dilakukan berdasarkan ketentuan – ketentuan dan syarat – syarat yang telah disepakati bersama sebelumnya dalam suatu perjanjian ( Agreement ) yang diadakan oleh Ceding Company dan Reinsurer yang bersangkutan, dimana pihak Ceding Company telah menyetujui untuk menerima semua reasuransi yang diberikan dalam batas – batas limit daripada Treaty tersebut.



Limit – limit yang dimaksudkan adalah limit – limit tentang nilai risiko, batas – batas wilayah geografis, macam business dan sebagainya.



Dalam reasuransi secara Treaty tersebut proteksi reasuransinya telah secara otomatis dijamin ( secured ). Reinsurer dalam Treaty tersebut berkeharusan untuk menerima semua risiko yang direasuransikan sepanjang masih dalam batas – batas luang lingkup daripada Treatynya, dan Ceding Company pun berkeharusan ( wajib ) memberikan / mencessikan risiko – risiko yang ditutupnya itu sesuai dengan ketentuan dan syarat – syarat daripada Treaty tersebut. Dengan demikian maka Ceding Company dapat segera memberikan penutupan terhadap risiko – risiko yang dihadapinya sejauh perusahaan tersebut bersedia menutupnya dan sejauh pula masih dalam batas – batas ruang lingkup kondisi Treaty.



Dalam hubungan kerjasama reasuransi secara treaty perusahaan asuransi yang menjadi Ceding Company pada dasarnya mendapat kepercayaan dari perusahaan yang menjadi Reinsurernya itu untuk meng – aksep risiko dalam batas wewenang yang diberikannya itu.



Kepercayaan yang diberikan oleh Reinsurer kepada Ceding Companynya itu meliputi kepercayaannya dalam hal kejujuran, kemampuan / keahlian dalam hal Underwriting, kepercayaan bahwa Ceding Companynya itu mempunyai management yang baik, pengalaman – pengalaman lampaunya, moral hazardnya dan sebagainya.



Bagi sebuah Perusahaan Asuransi, Treaty Asuransi yang dipunyainya dengan Reinsurer itu adalah penting sekali, karena hal itu merupakan fasilitas yang sangat vital dalam Perusahaan Asuransi itu menjalankan usahanya / operasinya, karena didalamnya terdapat suatu kapasitas akseptasi yang memungkinkan suatu Perusahaan Asuransi itu melakukan penutupannya secara otomatis dan segera atas risiko – risiko yang besar, yang dalam hal nilai dan harga pertanggungannya lebih besar daripada Own Retentionnya.



Tanpa adanya treaty reasuransi maka apabila perusahaan asuransi akan menutup risiko yang harga pertanggungannya besar, ia harus menempatkan excessnya itu kepada perusahaan asuransi lain dengan lebih dulu harus menawarkannya secara facultative.



Bagi perusahaan asuransi yang telah mempunyai fasilitas treaty asuransi apabila ia harus menutup suatu risiko yang cukup besar sehingga melebihi kapasitas treaty serta Own Retentionnya, maka excess yang timbul setelah limit treaty tersebut dapat direasuransikannya secara facultative.



Dalam hal yang demikian, adalah merupakan suatu hal yang prinsip bahwa perusahaan asuransi belum akan memberikan komitmentnya untuk penutupan risiko itu apabila excess – excess yang difacultativekan itu belum tertempatkan seluruhnya ( Fully Placed ), sebab kalau tidak hal tersebut akan membahayakan diri perusahaan asuransi itu sendiri bila terjadi klaim.


 Dalam Treaty Reasuransi terdapat berbagai macam bentuk atau corak, yaitu yang dikenal dengan istilah – istilah :


2.1.  QUOTA SHARE

Sebuah Treaty Quota Share adalah sebuah perjanjian dimana Ceding Company telah terikat / diwajibkan untuk memberikan / mencessikan dan Reinsurer telah terikat / diwajibkan untuk menerima suatu bagian yang tetap ( fixed proportion ) dari setiap risiko yang diterima / diaksep oleh Ceding Company.

Dengan demikian maka dalam hal terjadi kerugian, Reinsurer secara proporsi akan menanggung semua kerugian – kerugian yang terjadi dan menerima premi berdasarkan proporsi yang sama, minus komisi.

Contoh :

Sebuah Treaty Quota Share, limitnya Rp. 100.000.000,-
O/R Ceding Company = 20% berarti  Rp.   20.000.000,-
Bagian Reinsurer = 80% berarti         Rp.   80.000.000,-

Limit Treaty sebesar Rp. 100.000.000,- tersebut adalah merupakan tertinggi daripada Treaty, yang artinya jumlah tertinggi yang boleh dimasukan dalam treaty tersebut adalah Rp. 100.000.000,- tersebut.

Untuk risiko – risiko yang harga pertanggungannya lebih kecil dari Rp. 100.000.000,- pambagian antara Ceding Company dan Reinsurernya akan selalu didasarkan pada pembagian persentase yang telah ditetapkan tersebut, yakni 20% dan 80%.

Untuk risiko – risiko yang harga pertanggungannya lebih besar dari Rp. 100.000.000,- maka pengaturan reasuransinya menjadi lain, yakni sampai dengan jumlah sebesar Rp. 100.000.000,- disalurkan kedalam Treaty Quota Share, sedangkan untuk jumlah excessnya akan direasuransikan secara facultative, kecuali apabila selain treaty quota share itu perusahaan asuransi yang bersangkutan mempunyai fasilitas treaty reasuransi lainnya yang dapat menampung excess tersebut.

Untuk jelasnya :
Misalkan harga pertanggungan sebuah risiko  Rp. 125.000.000,-
Masuk quota share                                       =     Rp. 100.000.000,-
Excess                                                             =     Rp.   25.000.000,-

Excess sebesar Rp. 25.000.000,- tersebut merupakan jumlah yang direasuransikan secara facultative, atau masuk kedalam treaty lain ( bila ada ).

Treaty Quota Share termasuk treaty reasuransi yang masuk dalam golongan reasuransi proportional, karena itu dalam pembagian sharing-nya, yakni liability, premi, serta klaim, akan selalu didasarkan pada suatu pembagian yang tetap secara proportional, sebanding dengan persentase yang telah ditetapkan semula, sehingga dalam hal ini dapat diberikan contoh perhitungannya sebagai berikut :




Bentuk Treaty reasuransi quota share tersebut sangat cocok untuk dipakai oleh Perusahaan Asuransi sebagai berikut :

1.       Yang masih baru atau baru berdiri.
2.      Perusahaan yang telah lama, namun baru akan memulai mengadakan perjanjian reasuransi secara treaty untuk suatu jenis pertanggungan tertentu.

Bagi perusahaan asuransi, bentuk treaty quota share tersebut mempunyai manfaat – manfaatnya sebagai berikut :

1.      Cara kerjanya sederhana, hanya memerlukan administrasi yang sedikit.
2.      Proteksi reasuransi terjamin untuk setiap risiko, baik risiko itu kecil maupun besar ( sampai batas limit tertentu ), risiko baik maupun buruk.
3.      Komisi reasuransi yang diperoleh lebih tinggi daripada bentuk – bentuk treaty reasuransi lainnya.

2.2.           SURPLUS

Sebuah Treaty Surplus adalah sebuah perjanjian reasuransi dimana Ceding Company telah terikat untuk memberikan dan Reinsurer terikat untuk menerima jumlah – jumlah yang merupakan “ kelebihan “ dari harga pertanggungan risiko yang ditutup oleh Ceding Company itu setelah dikurangi Own Retentionnya.
Jumlah – jumlah yang merupakan “ kelebihan “ tersebut disebut Surplus.

Untuk risiko – risiko yang harga pertanggungannya sebesar atau lebih kecil daripada O/R-nya ( Own Retention ), maka seluruh risiko tersebut akan diserap sendiri oleh Perusahaan Asuransi yang menutupnya itu, sehingga dengan demikian akan tidak ada Surplus, dan yang berarti tidak ada bagian yang direasuransikan, sehingga dalam hal tersebut Reinsurer tidak akan menerima apa – apa.

Persoalannya akan menjadi lain manakala harga pertanggungan suatu risiko itu lebih besar dari O/R perusahaan asuransi, sehingga dengan demikian akan ada surplus yang harus diberikan kepada Reinsurer hingga batas limit yang telah disepakati bersama dalam treatynya.

Untuk jelasnya dapat diberikan contoh sebagai berikut :

Misalkan O/R Perusahaan Asuransi Rp. 50.000.000,-
Batas limit surplus = Rp. 250.000.000,-
Berarti bagian Reinsurer dalam treaty tersebut tidak boleh melebihi Rp. 250.000.000,- tersebut.




Dalam treaty surplus, batas limit surplus merupakan batas maksimum bagian Reinsurer dalam Treaty tersebut, dan lazimnya batas maksimum atau kapasitas surplus tersebut besarnya dinyatakan dalam istilah “ lines “, dimana 1 line = O/R Perusahaan Asuransi ( Ceding Company ) dalam Treaty Surplus yang bersangkutan.

Dalam contoh tersebut besarnya 1 line atau 1 L = Rp. 50.000.000,- sedangkan surplusnya adalah 5 lines, yakni 5 x Rp. 50.000.000,- atau Rp. 250.000.000,- tersebut.

Keuntungan bentuk Treaty Surplus bagi Perusahaan Asuransi adalah, bahwa Perusahaan Asuransi akan mempunyai suatu keleluasan dalam menentukan jumlah yang menjadi Retansinya, yang mana akan disesuaikan dengan tinggi rendahnya tingkat bahaya suatu risiko.

Jadi, walaupun dalam contoh O/R Perusahaan Asuransi telah ditetapkan sebesar Rp. 50.000.000,- hal tersebut adalah O/R untuk jenis risiko terbaik ( for the best class of risk ), dalam pada itu apabila risiko yang akan ditutupnya itu adalah termasuk jenis risiko yang kurang baik, maka dapat saja Perusahaan Asuransi mengambil sebagai O/R nya kurang dari Rp. 50.000.000,- misalnya Rp. 30.000.000,-.
Dengan penetapan O/R tersebut, maka bagian yang harus direasuransikan, yaitu Surplusnya itu, akan menjadi lebih besar atau lebih kecil, tergantung pada besar kecilnya O/R itu.

Sebagai contoh, misalnya ada 2 buah Risiko yang mempunyai harga pertanggungan yang sama besar, misalnya Rp. 300.000.000 namun berbeda dalam kwalitasnya, katakanlah risiko A adalah baik, dan risiko B kurang baik ( buruk ), maka setelah diadakan pengambilan O/R nya yang berbeda akan menjadi sebagai berikut :

-           Harga pertanggungan : Rp. 300.000.000,-         Rp. 300.000.000,-
-           Retensi                          : Rp.   50.000.000,-         Rp.    30.000.000,-
-           Surplus 5 lines             : Rp. 250.000.000,-         Rp.  150.000.000,-
-           Excess                           : Nil                                   Rp.  120.000.000,-

Bagi perusahaan asuransi, bentuk Treaty Surplus tersebut memberikan manfaat – manfaat sebagai berikut :

1.      Perusahaan dapat melakukan seleksi daripada risiko – risiko yang ditutupnya itu untuk pengambilan O/R nya, dalam arti yang baik retensinya besar, yang buruk retensinya kecil.

2.      Perusahaan akan dapat memperoleh keuntungan dalam businessnya. Seperti halnya dalam Treaty Quota Share, Treaty Surplus-pun mempunyai limit, yaitu jumlah tertinggi atau maksimum yang dapat ditampung dalam treaty surplus tersebut. Karena adanya limit tersebut, maka tidak mustahil apabila penutupan risiko yang harga pertanggungannya besar, tidak seluruhnya dapat terserap dalam treaty surplus, sehingga akan timbul suatu excess atau kelebihan yang belum terprotek reasuransinya, sehingga untuk itu perlu dilakukan penempatan reasuransi secara facultative, kecuali apabila Perusahaan Asuransi tersebut telah mempunyai fasilitas reasuransi otomatis yang lain setelah treaty surplus tersebut, misalnya Treaty Surplus II, ke III, ke IV dan seterusnya, atau fasilitas reasuransi otomatis lainnya yang disebut facultative – obligatory.

2.3.           Facultative Obligatory

Facultative Obligatory Reinsurance adalah fasilitas reasuransi otomatis seperti Treaty dengan cara kerjanya seperti Treaty Surplus.

Seperti yang terlihat dari namanya, Facultative Obligatory tersebut mempunyai 2 macam karakteristik, yaitu sifatnya yang facultative pada pihak Ceding Company, namun mempunyai sifat yang mengandung keharusan ( Obligation ) pada pihak Reinsurer.

Jadi dalam Facultative Obligatory Reinsurance tersebut pihak Ceding Company tidak terikat oleh suatu keharusan untuk memberikan, namun begitu Ceding Company memberikan cessinya, maka pihak Reinsurer tidak dapat mengelak untuk menerimanya, dengan kata lain harus menerima, asalkan pemberian cessi tersebut masih dalam batas – batas luas lingkup ketentuan dan syarat – syarat perjanjiannya.

Facultative Obligatory Treaty ini biasanya diadakan setelah Treaty Surplus yang kegunaannya adalah untuk menambah kapasitas daripada fasilitas treaty reasuransi dari Perusahaan Asuransi, dengan demikian adanya Facultative Obligatory Treaty tersebut sangat menguntungkan Perusahaan Asuransi.

2.4    Excess of Loss

Treaty Reasuransi Excess of Loss adalah suatu perjanjian reasuransi dimana objek yang diasuransikan adalah “ Losses “, yakni “ kerugian – kerugian “ yang diderita oleh Perusahaan Asuransi yang menutup asuransinya, kemudian sampai suatu jumlah tertentu kerugian tersebut akan dipikul sendiri oleh Perusahaan Asuransi tersebut, sedangkan kelebihannya, bila ada, yaitu excessnya akan menjadi bagian Reinsurer untuk memikul / menanggungnya, sampai batas limit tertentu pula.

Jadi, karena yang ditanggung oleh Reinsurer itu adalah kelebihan dari suatu kerugian setelah dikurangi dengan bagian Perusahaan Asuransi sendiri, maka bentuk reasuransi tersebut disebut dengan “ Excess of Loss “.

Bagian dari kerugian yang dipikul sendiri oleh Perusahaan Asuransi tersebut disebut dengan “ Underlying Retention “, sedangkan excessnya disebut sebagai Excess of Loss Reinsurer’s Share.

Perusahaan Asuransi yang mengadakan perjanjian Excess of Loss tersebut lazimnya dikenal dengan istilah “ Reinsured “ atau “ Reassured “, walaupun istilah “ Ceding Company “ juga dipakai untuk itu.

Seperti dikatakan dimuka, bahwa bagian dari kerugian yang menjadi bagian bagi Reinsurer ada batasnya / limitnya, limit tersebut dikenal dengan istilah Cover Limit atau lengkapnya Excess of Loss Cover Limit.
Sebagai contoh :

Sebuah Excess of Loss Treaty sebesar Rp. 100.000.000,-
Excess of Rp. 50.000.000,-
Hal tersebut berarti Underlying Retention ( U/R )-nya = Rp. 50.000.000,- dan bagian Reinsurer dalam loss maksimum sebesar Rp. 100.000.000,-

Loss                   Besarnya                   U/R                      R/I

   1                     5.000.000,-            5.000.000,-               Nil
   2                   50.000.000,-          50.000.000,-               Nil
   3                   75.000.000,-          50.000.000,-          25.000.000,-
   4                 100.000.000,-          50.000.000,-          50.000.000,-
   5                 150.000.000,-          50.000.000,-        100.000.000,-
   6                 175.000.000,-          50.000.000,-        100.000.000,-
                       ( 25.000.000,- unprotected )

Excess sebesar Rp. 25.000.000,- dalam contoh tersebut tidak diprotek oleh Exces of Loss Cover tersebut, sehingga dengan demikian bagan itu akan kembali menjadi bagian yang harus ditanggung sendiri oleh Reinsurer ( Perusahaan Asuransi ).

Hal tersebut akan menjadi lain seandainya diatas excess of loss yang pertama itu, yakni cover sebesar Rp. 100.000.000,- excess of Rp. 50.000.000,- telah terdapat excess of loss cover selanjutnya, atau excess of loss yang kedua, misalnya Rp. 200.000.000,- excess of Rp. 150.000.000,- sehingga excess sebesar Rp. 25.000.000,- yang semula tadi akhirnya akan ditambah dalam Cover Excess of Loss yang kedua.

Dalam seluk beluk Excess of Loss, pentahapan cover tersebut disebut dengan “ Layering “, sehingga pentahapan cover seperti dalam uraian tersebut dikenal dengan istilah :

1st Layer Excess of Loss : 100.000.000,- e.o.    50.000.000,-
2nd Layer Excess of Loss : 200.000.000,- e.o. 150.000.000,-

Mengenai Excess of Loss Treaty tersebut ada 2 macam, yaitu :
a.       Excess of Loss Working Cover
b.      Excess of Loss Catastrophe Cover


a.      Excess of Loss Working Cover

Adalah Excess of Loss Treaty yang mem-protek kerugian – kerugian yang sifatnya rutin atau sehari – hari. Karenanya maka treaty tersebut diperuntungkan untuk tiap sesuatu polis ( for any one policy ) atau tiap sesuatu risiko ( for any one risk ).

Pada Working Cover pun ada 2 macam pengaturan, yakni yang didasarkan pada “ setiap kejadian “ ( any one event ) tanpa memperdulikan banyaknya risiko yang terkena kerugian, dan yang satunya adalah setiap kejadian yang didasarkan pada kerugian yang dialam oleh tiap – tiap risiko.

b.      Excess of Loss Catastrophe Cover

Adalah Excess of Loss Treaty yang memprotek kerugian – kerugian yang merupakan akumulasi risiko dalam hal terjadinya suatu kejadian yang katastrofal, misalnya gempa bumi atau cyclone yang memusnahkan seluruh wilayah atau kota.

2.5.           Stop Loss

Stop Loss Cover dikenal juga dengan Excess of Loss Ratio, melindungi perusahaan asuransi terhadap kerugian – kerugian yang melebihi suatu jumlah tertentu atau suatu jenis business tertentu.

Jumlah kerugian tersebut kemudian diperbandingkan dengan pendapatan premi tahunan Perusahaan Asuransi untuk jenis business yang bersangkutan, yang hasilnya kemudian dinyatakan dalam suatu presentase.

Dengan demikian maka Reinsurer belum akan liable apabila Loss Ratio yang diperoleh itu masih berada di bawah persentase yang telah ditetapkan sebagai “ Underlying Retention “ Perusahaan Asuransi.

Manakala loss ratio tersebut terlampaui, maka Reinsurer harus memikul bagiannya dalam kerugian tersebut, baik kecil maupun besar, sampai pada batas limit yang telah ditetapkan pula, yang mana limit tersebut dinyatakan pula dalam loss ratio.

2.6.           Aggregate Excess of Loss

Aggregate Excess of Loss Treaty mempunyai cara kerja yang sama seperti Stop Loss, hanya bedanya dalam Aggregate Excess of Loss ini limit – limitnya dinyatakan dalam suatu jumlah, bukan persentase.

Sebagai contoh misalnya, Aggregate Excess of Loss Treaty tersebut meng-cover “ annual losses “ in excess of Rp. 3 milyar sampai dengan suatu jumlah sebesar Rp. 5 milyar.

Dalam hal ini perusahaan asuransi akan membayar kerugian – kerugian tersebut sampai dengan Rp. 3 milyar, dan Reinsurer akan membayar kerugian – kerugian diatas Rp. 3 milyar tersebut sampai dengan jumlah sebesar Rp. 5 milyar. BIla kerugian tersebut lebih besar dari Rp. 8 milyar, maka kelebihannya itu menjadi tanggungan Perusahaan Asuransi



Jika Anda Memerlukan Asuransi